Halaman

Kisah Inspiratif "Kakek Tua Penjual Amplop"

Kali ini saya ingin share pengalaman saya sewaktu saya ke Bandung kemarin, pengalaman yang penuh inspirasi dan menjadi pembelajaran khususnya buat saya sendiri dan mungkin bisa menjadi inspirasi juga buat pembaca semua agar kita bisa ikhlas dalam menjalani hidup ini.

Cuaca hari itu sedang terik. Darta 78 Tahun, bapak tua dengan gembolan keresek besar mencoba mencari tempat untuk menjajakan jualannya. Mengenakan baju putih dan penutup kepala putih kusam, kakek Darta membuka lapak tepat di seberang pintu utama kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).

Darta adalah penjual amplop. Jika anda kebetulan melintas di sekitar Masjid Salman ITB, pasti anda akan melihat ada sosok kakek renta yang sangat setia dengan 'profesinya'. 12 Tahun sudah bapak tiga anak ini menjual lembaran demi lembaran kertas segi empat, yang kini sebenarnya sudah tergerus zaman. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu. Kini serba praktis. Amplop pun kini bukan jadi pilihan utama bagi kebanyakan orang.

Cukup ternganga memang, ketika di sekitaran Jalan Ganeca, Bandung. Orang menjajakan dengan barang serba bernilai, Darta hanyalah menjual kertas amplop.

Saat itu saya mencoba menghampiri bapak tua tersebut. Tak kuasa melihat kondisinya. Tangannya yang penuh dengan garis garis kerutan dan genggamannya pun sudah gemetar, kakinya kusam, pendengaran pun sudah tak sempurna. "Ini amplop cep" bilangnya pada saya waktu itu (mungkin panggilan itu buat orang yang lebih muda)," saat menanyakan barang apa saja yang dijual. Dia cuma menjual amplop ukuran kecil 5x3 cm dan besar 10x9 cm. Kertas amplop berisi 10 itu dibungkus ke dalam plastik."Yang besar Rp 1.000 isinya 10, kalau yang kecil isinya 15," terangnya.

Sungguh terkaget saya mendengar harga yang ditawarkan. Mengapa kakek menjual semurah itu? "Saya masih dapat untung kok," jawab kakek. Kata dia, dalam satu bungkus plastik yang berisikan 10 amplop, bisa meraup untung Rp 200. begitu juga dengan yang amplop kecil. Berarti kakek hanya ambil untung Rp 200 saja? "Iya bapak beli Rp 800, jual Rp 1.000 Itu juga patut disyukuri. Bapak masih bisa makan dan yang pasti bapak sehat", ucap kakek yang enggan menaikkan harga amplopnya lantaran takut tidak laku.

Mengharukan memang mendengar jawaban jujur kakek Darta. Dengan Keuntungan yang tidak seberapa, tapi dirinya dengan bangga dan menikmati pekerjaanya untuk perjuangan hidupnya. Istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sedangkan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. "Dari pada saya mengemis, lebih baik saya berjualan, bapak masih kuat kok," jawab Darta dengan senyum kebanggannya.

Kebetulan hari itu Darta cukup laris jualan amplopnya. "Sudah 20 plastik habis," ungkapnya sembari mengucapkan Alhamdulilah. 20 Bungkus dikalikan Rp 1.000 berarti, sudah mendapatkan Rp 20 ribu. Paling banyak kakek ini pernah mendapatkan Rp 50 ribu."Alhamdulilah itu juga, suka ada yang kasih lebih," ujarnya. Tapi menurut saya itu bukanlah hasil bersihnya, masih dipotong untuk harga amplopnya sendiri, bersihnya 200x20=4000 atau 200x50=10000 bisa anda bayangkan bukan, apakah uang itu cukup untuk biaya sehari hari?? apalagi jika belum rezekinya, Darta tidak pernah mendapatkan uang sama sekali." Pernah muter-muter tidak laku dijual, atau ya kadang dapat Rp10 ribu atau Rp 15 ribu," ujarnya dengan suara lirih. Tak selalu rezekinya di dapat di sekitaran kampus ITB, Darta pun mencoba peruntungannya di tempat lain. Biasanya dia membuka lapak di Simpang Lima, Dago, Bandung. Atau di sekitaran Jalan Sukajadi, tepatnya di depan Rumah Sakit Sukajadi. Besar perjuangan Darta. Semua dia lakukan dengan berjalan kaki. Jarak ketiga tempat itu berjauhan. Diperkirakan Jalan Ganeca-Simpang Lima perkiraan 2 km, Jalan Ganeca-Sukajadi sekitar 5 km. "Bapak kuat kok, kalau pakai angkot uangnya nanti gak bisa buat makan," imbuhnya.

Tak ada raut pesimis dalam wajah Darta. Meski hari demi hari dilaluinya dengan sulit, tapi dirinya yakin bahwa Tuhan telah memberikan jalan terbaik. "Dulu bapak pernah jadi tukang sapu di SMA 3 dan 5 Bandung, tapi Bapak memutuskan untuk jualan saja, yang penting bapak tidak minta-minta," ujarnya.

Tampak raut wajah sumringah di sela-sela obrolan. Sebab beberapa pembeli ada yang memborong amplopnya. Dia mengaku ingin pulang bisa lebih sore."Pengen pulang cepat," singkatnya, yang sudah mengantungi Rp 30 ribu hari itu. Darta bertempat tinggal di Desa Cipicung, RT6/RW1, Kabupaten Bandung. Jarak desa ini ke tempat kakek berjualan diperkirakan mencapai 20 kilometer.

"Bapak berangkat jam 04.30 subuh. Di jalan bisa sampai dua jam. Ongkosnya bisa mencapai Rp 12 ribu, bolak-balik," katanya. Sungguh perjuangan luar biasa.12 tahun lebih menjual amplop, Darta tak pernah mengeluh."Tuhan punya jalan bagi orang yang mau berusaha," ujarnya menutup pembicaraan.

Hikmah yang bisa di ambil :

Sebuah kebahagiaan tidak selalu untuk orang orang yang berduit, Kebahagiaan bisa di peroleh dari perasaan hati dan rasa syukur kita, betapa jika kita melihat dari kisah di atas, mungkinkah kita tetap bersyukur atas apa yang sudah ada dan yang sudah Tuhan berikan untuk kita?? jika Kakek Darta saja Dengan penghasilan seperti itu bisa untuk menghidupi keluarganya, kenapa kita tidak?? jika jawaban kita tidak bisa, berarti masih ada yang salah dengan sikapa kita, kita mungkin kurang bersyukur atas apa yang kita dapatkan. perlu kita ingat!! Allah SWT pasti memberi lebih atau barokahnya atas orang orang yang selalu bersyukur terhadapa apa yang di dapatnya.


Sikap yang selalu optimis, tak mudah putus asa. pada saatnya akan menemukan titik puncaknya yaitu keridhoan Tuhan, dan itu tak akan ternilai harganya.

Kiranya artikel ini tidak terkesan ingin menggurui, tapi setidaknya ini bisa menginspirasi kita semua.



Best Regards
From : Mr.Akhmad.IMC